Sabtu, 17 Februari 2024

Hidup ini, kemana arahnya?

Benar apa yang dikatakan oleh guru gembul. Bila hidup sudah tidak punya tujuan lagi, maka akan sulit mendapatkan gairah. 

Saya tidak tahu tujuan hidup saya ini apa. Tentulah, saya ingin punya mobil dan rumah. Tapi, saya tidak tahu perlu melakukan apa. 

Saat ini, saya tidak tahu bila saya belajar arahnya itu kemana.  Berbeda dengan dulu. Misal, saya belajar angular. Saya ada proyek yang memerlukan kemamuan angular. Dari sana saya akan mendapatkan uang. Sekarang, saya sedang mengurangi proyek-proyek IT. Saya ingin menjadi konten kreator. Saya ingin menjadi pengusaha. Namun, semua itu perlu usaha dan modal. Saya tidak modal sekarang.

Karena saya tidak punya modal atau minim sekali modal, maka harus mencarinya. Caranya sepert apa? Salah satu yang bisa saya lakukan adalah dengan membuat kode. Balik lagi ke profesi, yakni sebagai programer. Profesi yang sedang saya kurangi aktivitasnya.

Saya mencoba untuk kembali menekuni dunia seni, yakni dengan menyanyi. Awalnya, saya merasa semangat. Tapi, baru beberapa hari, mungkin 2 minggu saya sudah merasakan bosan.

Entah kenapa, saya kehilangan minat tentang apapun. Saya merasa dunia tidak menarik lagi. 

Kamis, 18 Januari 2024

Tulisan pertama di 2024

Ini merupakan tulisan pertama di tahun 2024. Saya sudah lama tidak menulis di platform ini. Saya lebih nyaman menulis di Google Drive.

Kalau ditanya alasannya kenapa, karena menulis di Google Drive itu menurut saya nyaman dengan tampilannya. Tidak seperti di sini. Ada banyak tanda merah ketika menulis. Itu membuat saya tidak nyaman. Selain itu, jenis huruf yang digunakan. Itu membuat saya kurang suka menulis di sini.

Namun, walaupun begitu, sayang bila tidak digunakan. Saya akan tetap urus blog ini. Saya akan tetap mengurus dan mengisi konten di blog ini.

Pertama kali membuat blog ini, tujuannya adalah sebagai fasilitas untuk latihan menulis. Kadang, ada suasana berbeda ketika menulis itu. Ada rasa yang berbeda ketika menulis di Google Drive, Ms Words dengan di plafform blog seperti Blogger ini. Saya kadang agak kesulitan untuk mengeluarkan kata-kata. Selalu saja macet. Padahal, baru beberapa paragraf. Saya tidak tahu itu kenapa. Mungkin karena kebiasaan. atau saya mengalami ketegangan. Ya, itu bisa saja.

Oleh karena itu, blog ini saya buat. Agar saya biasa dengan ketidaknyamanan itu. Tulisan buruk atau tidak, akan tetap saya publish. Membiasakan diri agar tidak selalu condong berpikiran demikian.

Di tahun ini, saya tetap teruskan menulis di blog ini. Di akhir tahun sebelumnya, di 2023, saya juga aktif menulis di sini. Di tahun ini, harapannya bisa lebih baik lagi.

Harus ada yang berbeda di tahun ini. Bukan hanya menulis bebas seperti tahun sebelumnya. Tulisan mesti lebih terarah. Ada topik yang dibahas dan punya tujuan. Hiburan, informasi atau mengajak orang untuk melakukan sesuatu. Ya, apapun itu, mesti ada tujuan.

Seperti yang tadi saya sebutkan, awal tujuan dari blog ini adalah hanya sekedar fasilitas untuk latihan menulis bebas. Jadi, di blog ini saya tidak membahas topik khusus. Hanya menceritakan pengalaman saya. Hanya tulisan bebas. Tujuannya adalah hanya sekedar membiasakan diri untuk menulis setiap hari tanpa beban. Agar saya lebih percaya diri untuk menerbitkan tulisan-tulisan saya. Hanya itu.

Namun, belajar itu harus naik level. Jangan hanya sekedar jalan di tempat. Saya harus mulai membuat tulisan-tulisan dengan topik-topik tertentu. Tidak lagi menulis bebas.

Menulis bebas mungki bisa saja dilanjutkan. Tapi, harus ada kemajuan walau pun sedikit. Mesti ada topik tertentu yang dibahas dan terarah.

Oh ya, saya juga mesti lebih produktif lagi. Ada banyak impian-impian saya di tahun lalu yang belum terwujud. Mungkin salah satunya adalah kurang efektif dalam mengelola waktu. Sehingga saya menjadi kurang produktif. Tahun ini harus ditingkatkan.

Suasana yang berbeda

Ada suasana yang berbeda di tahun ini. Saya tinggal di kontrakan baru. Dan tentunya dengan suasana baru. Saya sudah tidak ditemani istri. Kami sudah berpisah. Saya hanya tinggal dengan anak.

Ya, ini merupakan tantangan. Dulu saya ada membantu untuk mengerjakan pekerjaan-perkejaan rumah. Seperti masak, mencuci piring, mencuci pakaian, berbelanja kebutuhan sehari-hari dan lain sebagainya. Di tahun ini, saya harus melakukannya sendiri. Jadi, mengatur waktu untuk melakukan itu semua, membagi waktu untuk kegiatan lain. itu merupakan tantangan.

Selain itu, lingkungan tempat saya tinggal juga berbeda dengan sebelumnya. Bukan lagi diperumahan, tapi ditempat non perumahan. Tidak ada pengamanan. Tidak ada pengelolaan sampah.

Di perumahan, setiap malam ada pengamanan. Rumah ditinggal pun masih merasa aman. 

Selain itu, sampah juga sudah ada pengelolanya. Mungkin sekali dalam seminggu, sampah selalu diangkut. Saya tidak perlu memikirkan lagi kemana buang sampah. Saya hanya perlu membayaran iuran sebesar 50 ribu. 

Di sini, saya harus memikirkan itu semua. Sampah harus mencari tempat pembuangannya sendiri. Kadang, saya dengan berat hati jalan-jalan ke wilayah perumahan lama untuk buang sampah. Di sana ada lapangan besar yang menyediakan bak sampah besar. Di sana saya buang sampah. 

Lokasinya mungkin sekitar satu meter. Walaupun begitu, saya tidak bisa kapan pun untuk buang sampah di situ. Saya harus mencari waktu sepi. Biasanya pagi-pagi. Alasannya, malu.

Berat bagi saya untuk membakar sampah. Hati saya tidak merestui. Apalagi harus membuangnya ke sembarang tempat yang bukan peruntukannya. 

Itu keluhannya bila tinggal di tempat umum yang bukan perumahan. Hanya pemukiman warga biasa.

Memang, pemukiman ini umurnya belum lama. Mungkin baru sekitar 10 tahunan. Jadi, masyarakatnya belum benar-benar terbentuk.

Sementara itu saja tulisan kali ini. Saya tidak menyangka akan sebanyak ini. Mungkin nanti saya akan melanjutkanya kembali.

Senin, 18 Desember 2023

Membaca ulang buku teknik retorika

Setelah saya menulis tadi malam, saya ingat bahwa saya punya buku retorika karya pak Jalaludin Rahmat. Saya cari-cari buku itu, akhirnya ketemu.
Saya ingin mempelajari lagi buku itu. Sebenarnya, sudah saya baca. Namun, mungkin saya jarang praktik, semua yang dibaca itu lupa. Saya nggak ingat lagi nasihat-nasihat yang disampaikan buku itu.

Tentu saya punya tujuan. Saya mencoba mencari buku itu karena saya merasa buntu. Ketika menulis, saya merasa sulit untuk mengembangkan ide. Ketika saya latihan berbicara pun, masalahnya sama. Kesulitan untuk mengembangkan ide. 

Ide itu memang gampang-gampang susah. Kita punya perasaan kesal misalnya. Itu juga merupakan ide. Bisa dijadikan topik pembicaraan. Tulisan ini pun berasal dari kekesalan saya karena sulit untuk mengembangkan ide. Tidak jarang ketika menulis, baru beberapa paragraf, saya sudah bingung untuk melanjutkannya. Saya mencoba berbicara di depan kamera, baru beberapa menit, sudah bingung. Selanjutnya saya mau berbicara apa lagi.

Saya sebenarnya sudah bisa menangani permasalahan-permasalah umum yang sering di alami penulis. Saya sudah tidak takut lagi menghadapi kertas kosong. Saya sudah mampu mengisinya. Namun, saya merasa nggak ada perkembangan. Saya hanya mampu menulis beberapa paragraf.

Bisa jadi, yang saya sampaikan itu keterangan atau penjelasannya masih pada tingkat kulit. Masih ringan-ringan. Belum terlalu dalam. Saya ingin lebih dari itu. Mengupas permasalahan secara dalam.

Bukan hanya itu, saya juga ingin topik yang saya sampaikan bisa sampai pada pembaca. Menarik perhatian. Dan, enak untuk dibaca. Begitu juga dengan percakapan. Ketika saya menyampaikan sebuah ide lewat video, saya nggak mau menyampaikannya dengan gaya atau cara yang monoton dan membosankan.

Bagaimana caranya? salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan belajar teknik retorika. 

Saya punya buku itu. Tidak banyak. Hanya satu. Namun, menurutku cukup untuk belajar retorika. 

Sayangnya, saya jarang memperaktikannya. Sehingga, saya tidak mendapatkan ilmu itu.

Sekarang saya sadar. Buku itu tidak hanya sekedar dibaca. Bukan hanya sekedar penghias akal. Tapi, itu semua perlu dipraktikan. Perlu diamalkan. Saya tidak akan mendapatkan manfaat dari bahan bacaan itu bila hanya sekedar membaca dan tidak mencoba untuk mempraktikannya.

Secara teori, saya sudah tahu bagaimana teknik berpidato, mencari ide yang menarik, kemudian mengembangkan ide itu. Namun, itu semua tidak cukup. Teori itu tersimpan di kepala. Belum meresap di dalam hati. Bila saya analogikan dengan bumbu masakan, saya baru menaruh bumbu itu. Belum menggunakannya sama sekali. Sehingga, bisa saja bumbu itu terlupakan karena jarang digunakan. Oleh karena itu, saya wajib mempraktikan ilmu itu agar meresap ke dalam dada.

Tentu, ada banyak manfaat yang saya dapat. Ketika saya menulis, saya mampu mengarahkan tulisan saya. Bukan hanya sekedar menulis seperti yang saya lakukan salama ini. Menulis hanya sekedar untuk latihan. Menulis hanya sekedar untuk terapi jiwa. Dengan menerapkan teknik retorika, tulisan saya menjari terarah. Misalnya untuk tujuan informatif, persuasif, atau hiburan.

Misalnya, saya mau jualan eCourse. Tentu saja, tulisan saya harus dengan tujuan persuasif. Mengajak orang untuk bergabung. Saya perlu menjelaskan keuntungan-keuntungan yang didapat setelah ikut eCourse. Mungkin juga saya perlu menuliskan kerugian bila tidak mengikuti eCourse. Intinya, bagamana membuat tulisan dengan tujuan membujuk.

Atau, membuat tulisan dengan tujuan hanya sekedar menyampaikan informasi. Misalnya, saya menulis tentang cara kerja web, mengenalkan bahasa pemograman PHP, mengenalkan framework ionic dan lain sebagainya.

Ya, itu beberapa keuntungan mempelajari teknik retorika. Oleh karena itu, saya perlu untuk membaca kembali buku itu. Bukan hanya sekedar membaca, tapi saya perlu sering berlatih.

Jumat, 15 Desember 2023

Bahasa Indonesia: Mulai belajar mengarang

Saya bingung bagaimana cara mengajarkan anak saya bahasa indonesia. Mulai dari mana, dan apa yang akan diajarkan. Tepatnya, materi apa yang akan saya sampaikan.

Setiap hari kita menggunakan bahasa indonesia. Jadi, persoalan menggunakan bahasa sepertinya nggak terlalu masalah. Dalam percakapan, bahasa indonesia sudah bisa dimengerti oleh anak saya. Walaupun, masih banyak kosa kata yang belum dimengerti. Saya pikir, bukan hanya anak saya. Orang dewasa pun tidak sedikit yang seperti itu. Menggunakan bahasa indonesia dengan menggunakan kata-kata yang umum. Dan itu bisa dikembangkan sambil bejalan.

Saya punya buku pelajaran bahasa indonesia. Tapi, rasa pikir itu sudah nggak relevan bagi anak saya. Ya, memang nggak semua. Ada beberapa yang masih bisa dimanfaatkan. Misalnya, soal pembendaharaan kata dan tanda baca. Itu sangat berguna sekali ketika mau menyampaikan gagasan, ide atau perasaan. Itu yang saya dapat dari buku itu. 

Namun, apa yang bisa dikembangkan dari materi itu? saya beripikir keras. Akhirnya, saya dapat ide itu. 

Ya, saya akan mengajarkan anak saya untuk menulis. Menuangkan segala pikiran dan perasaan dia ke dalam tulisan. Kosa kata yang dia dapatkan dari membaca, akan saya uji. Tanda baca yang sudah saya sampaikan, itu juga akan saya uji.

Latihan ini bukan untuk bertujuan agar anak saya menjadi penulis. Saya ingin anak saya mahir dalam menyampaikan pikiran dan perasaannya. Setidaknya, walaupun nggak sampai hingga level mahir, saya ingin anak saya bisa berkomunikasi. Minimal orang bisa mengerti pikirannya atau perasaannya. 

Tidak sedikit orang dewasa yang merasa kesulitan untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya melalui bahasa. Khususnya bahasa indonesia. Jangankan yang tidak terbiasa ngomong dengan bahasa Indonesia, yang sehari-hari menggunakan bahasa Indonesia pun kadang masih kesulitan.

Banyak faktor yang menyebabkan itu terjadi. Salah satunya adalah kurangnya latihan untuk mengemukakan pendapat. Tidak dilatih untuk menyampaikan gagasan dan perasaannya. Selain itu, ada faktor lain, yaitu kurangnya pembendaharaan kata. Sehingga kesulitan kata apa yang bisa mewakili pikiran dan perasannya.

Menulis merupakan salah satu cara yang bisa ditempuh untuk membiasakan diri menyalurkan pikiran dan perasaan melalui kata-kata. Selain itu, bisa juga berlatih berbicara di depan cermin. Biasanya itu dilakukan untuk presentasi atau public speaking.

Dengan menulis, kita dipaksa untuk mengungkapkan pikiran-pikiran, kilatan-kilatan pikiran, atau perasaan, menggunakan kata-kata. Karena tulisan nggak punya bahasa tubuh, maka tulisan akan selalu mengandalkan kata-kata agar pesan yang dikirim oleh penulis bisa diterima oleh pembacanya.

Berbicara secara langsung, walaupun kata-kata yang diproduksi nggak terlalu banyak, itu bisa dibantu dengan bahasa tubuh. Namun, ketika menulis, nggak ada cara lain selain menggunakan kata-kata. Mungkin, yang bisa dilakukan adalah menggunakan ilustrasi seperti gambar.

Ke depan, saya akan mengajarkan ke anak saya menulis. Temanya nggak akan saya tetapkan. Bebas. 

Mungkin, untuk tahap awal, saya akan malatih menulis bebas. Materi selanjutnya, sebelum menulis saya akan memberi tugas membaca. Hasil dari membaca itu, akan menjadi bahas tulisan.

Sementara, tulisan hari ini cukup. Walaupun, tulisannya ini masih bisa saya kembangkan. Masih banyak yang perlu saya terangkan. Misalnya tentang menulis bebas. Lalu, kegiatan membaca sebelum menulis. Namun, untuk hari ini, saya cukupkan.

Sekian.

Kamis, 14 Desember 2023

Nggak tahu mau menulis apa? coba praktikan menulis bebas

Saya belum tahu hari ini akan menulis tentang apa. Tapi, tidak masalah. Itulah yang akan tulis.

Tidak sedikit yang mengalami hal seperti ini. Mereka biasanya merupkana penulis pemula. Sama seperti Saya. Namun, saya sudah menemukan cara agar tetap menulis.

Apa itu? Ya, menulis bebas.

Meskipun saya nggak tahu tulisan apa yang akan saya buat, tapi di kepala saya masih menyisakan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan. Itu semua bisa saya keluarkan. Itu semua bisa saya salurkan ke dalam tulisan. Dan itulah yang akan saya tulis.

Bila saya merasa nggak tahu apa yang akan saya tulis, saya akan jujur dengan menulis "saya belum tahu hari ini akan menulis tentang apa,". Ya, begitulah. Di kalimat pembuka saya menulis itu, bukan?

Namun, bukan berarti nggak ada apapun di kepala saya. Atau, saya nggak punya perasaan apapun. Ada perasaan ingin menulis, namun belum tahu apa yang dibahas. Ya, sudah. Itu saja yang akan saya bahas.

Perasaan "nggak punya ide", itu juga merupakan sebuah ide. Atau, kita sangat kesal sekali. Padahal, sebelum menulis, ide itu sudah ada di kepala. Tapi, entah kenapa tiba-tiba saja hilang. Itu juga merupakan ide.

Atau, misal kita ingin menulis tentang "bagaimana caranya agar tidak kehabisa ide menulis." itu juga merupakan sebuah ide. Bila kita sudah menemukan jawabannya, maka kita bisa ceritakan itu dalam tulisan kita. Itu akan menjadi tulisan menarik, bukan?

Ya, intinya ide itu bukan hanya pikiran-pikiran yang ada di kepala kita, namun juga bisa perasaan. Oleh karena itu, ketika saya bimbang, nggak tahu mau menulis tentang, ya sudah, saya menulis tentang itu.

Menulis bebas itu memang ampuh ketika menghadapi kebuntuan saat menulis. Namanya juga menulis bebas, pikiran kita nggak dikerangkeng oleh sebuah konsep apapun. Pikiran kita sedang dalam mode bebas. Nggak ada pengkritik. Yang ada hanya si tukang produksi. Itu yang akan saya layani. Sementara, si tukang kritik, akan saya abaikan dulu.

Apapun yang saya rasakan, atau ada sesuatu yang terlintas dalam pikiran, akan segera saya tumpahkan. Saya nggak akan berpikir "ini bagus nggak ya", atau "ah, ini tulisannya nggak jelas. nggak nyambung. jelek." Itu nggak akan saya layani. Pikiran saya benar-benar bebas. Biarkan semua kilatan-kilatan itu keluar. Setelah semua keluar, mungkin nanti akan saring ide-ide itu. Nanti akan saya pilah dan pilih. Mungkin, nanti saya akan kembangkan lagi. Yang penting adalah jaring dulu semua ide itu. Jangan sampai ada yang lepas.

Nggak terasa, ini tulisan sudah lumayan panjang. Padahal, awalnya  saya sema sekali nggak tahu akan menulis tentang apa. Namun, berkat menulis bebas, saya masih mampu menghasilkan tulisan seperti ini. Jelek atau tidak, itu nggak penting. Yang utama adalah tetap berkarya. Tetapi menulis. Satu hari, satu tulisan. 

Satu hari, satu tulisan.

Kenapa begitu? ada pepatah mengatakan "practise make perfect". Semakin banyak berlatih, itu akan membuat kita menjadi lebih baik. Kita mau sebanyak apapun membaca tetang teori-teori menulis, bila tidak disertaik dengan latiha, maka itu akan sia-sia. Itu pernah saya alami. Oleh karena itu, akhir-akhir ini saya menjadi semakin sering berlatih.

Mungkin itu saja tulisan kali ini. Sekian.